Netflix, Perpajakan, dan Solusi OECD
Netflix adalah platform streaming film dan serial TV dari Amerika Serikat, dengan basis pengguna global termasuk di Indonesia. Meskipun Netflix menghasilkan pendapatan besar dari Indonesia, hingga 2024, perusahaan ini belum membayar Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia karena belum memiliki kantor cabang sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Tantangan Perpajakan Global
-
Banyak perusahaan multinasional, termasuk Netflix, tidak membayar pajak di negara tempat mereka beroperasi karena tidak memiliki status BUT.
-
Untuk mengatasi masalah ini, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mengeluarkan “Two Pillar Solution” pada 2021. Solusi ini bertujuan membuat perusahaan membayar pajak yang adil di berbagai negara.
Two Pillar Solution OECD:
-
Pilar Satu: Mengizinkan negara tempat produk/jasa digunakan (negara pasar) untuk memungut pajak atas sebagian keuntungan perusahaan.
-
Pilar Dua: Menetapkan pajak minimum global 15% bagi perusahaan dengan pendapatan tertentu. Jika suatu perusahaan dikenakan pajak di bawah 15% di suatu negara, induk perusahaan harus membayar tambahan pajak untuk mencapai 15%.
Implementasi di Indonesia
-
Indonesia, melalui Peraturan Menteri Keuangan 136/2024, mulai menerapkan Pilar Dua OECD tentang Pajak Minimum Global sebesar 15% mulai 1 Januari 2025.
-
Tiga skema diterapkan: Income Inclusion Rule (IRR), Undertaxed Payment Rule (UTPR), dan Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT). Skema ini memastikan top-up tax dipungut dari perusahaan yang sebelumnya menghindari pajak.
Dengan langkah ini, perusahaan multinasional seperti Netflix akan mulai membayar PPh di Indonesia. Meskipun demikian, implementasi secara global masih mengalami tantangan dan perdebatan, terutama terkait dampak keuangan bagi negara asal perusahaan-perusahaan tersebut.